Wujud Tanggungjawab Sosial PT IMN Melalui Program CSR-nya
“Bahwa setiap
perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan
dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggungjawab sosial dan lingkungan.
Jika tidak dilakukan, maka perseroan tersebut bakal dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan” ( Pasal 74 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas )
Menyadari amanah UU No. 40
Tahun 2007 tersebut, saat melakukan eksplorasi di area tambang emas gunung
Tumpangpitu Pesanggaran Banyuwangi Jawa Timur pada tahun 2007, maka sejak 2008
lalu PT Indo Multi Niaga (IMN) langsung menerapkan
program Corporate Social Responsibility (CSR)-nya. Telah banyak
kegiatan yang dilakukan IMN sebagai wujud penerapan tanggungjawab sosial
perusahaannya.
Apalagi PT IMN
merasa bahwa CSR tersebut bukanlah sebagai sebuah beban, melainkan sudah
menjadi kebutuhan yang harus diwujudkannya. Sehingga
IMN terus berkomitmen untuk selalu dapat memberikan manfaat nyata dan
berkontribusi bagi pembangunan di Kabupaten Banyuwangi.Program CSR IMN
Dengan
empat pilar program CSR sebagai fokus utamanya, yakni mulai dari pengembangan
hubungan masyarakat, pengembangan ekonomi, pembangunan infrastruktur publik, serta
peningkatan pendidikan dan kesehatan masyarakat, PT IMN terus bertekad agar
kehadirannya dapat memberikan dampak positif bagi lingkungan sekitarnya.
Dari
sekian banyak yang telah diberikan PT IMN melalui program CSR-nya, belum lama
ini CSR PT IMN melakukan kegiatan basic life saving certificate atau Program Pelatihan Penyelamatan Dasar
sebagai upaya membentuk tim tanggap darurat di kawasan wisata Pulau
Merah, (12-14/3) lalu. Yakni, untuk meningkatkan pengetahuan
dan keterampilan dari seluruh kelompok kerja dan tim penyelamat pantai. Khususnya, pada tahap
pertolongan pertama (first aid), sebelum bantuan dari pihak luar
datang.
Local
Business Initiative Supervisor PT
IMN, Musmin Nuryandi mengungkapkan, kegiatan first aid tersebut
merupakan yang pertama kali dilakukan PT IMN. Bekerjasama dengan Balawista
Kabupaten Badung, Bali dan diikuti oleh 30 orang peserta yang terdiri dari
relawan tanggap bencana Kecamatan Pesanggaran (11 orang), Pokja Wisata/LMDH
Desa Sumberagung (11 orang) dan tim tanggap darurat PT IMN (8 orang). Kegiatan tersebut
selain untuk menjaga hubungan yang baik antara perusahaan dengan masyarakat
sekitar, juga untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat bahwa PT IMN sebagai
perusahaan selalu menjalankan tanggungjawab sosialnya.
“Kita
(PT IMN, red.) ingin meningkatkan kapasitas tim, pokja wisata pengelola di Pulau
merah. Karena seperti yang sudah kita semua ketahui, animo masyarakat lokal dan
mancanegara terus meningkat. Dan tentu agar wilayah pantai ini semakin menarik,
tentu kita harus siapkan sarana dan prasarana yang lain. Salah satunya, mencoba memfollow SDM yang ada, khususnya untuk tim
penyelamat pantai,” ungkap Musmin kepada wartawan ini dengan penuh keyakinan.
Senada,
Manajer Safety Health and Environment (SHE) PT IMN, Mujiono mengaku jika
kegiatan tersebut justru akan meng-upgrade skill dari para Pokja
Pengelola Wisata Pulau Merah. Sehingga dengan ter-upgrade-nya skill para
pokja wisata tersebut, otomatis akan memberikan dampak dengan semakin
meningkatnya wisatawan yang berkunjung ke Pulau Merah tersebut.
“Dengan
semakin kompetennya teman-teman pengelola wisata ini, sehingga para wisatawan ini semakin save,
lebih secure. Yuk wisata yuk ke Pulau Merah. Karena apa?
Karena ada tim pengelola wisatanya yang sudah terlatih lho,” katanya
memberikan alasan.
Di
sisi lain, lanjutnya, keberadaan RTB (Relawan Tanggap Bencana) atau Tagana
(Taruna Tanggap Bencana) Kecamatan Pesanggaran tersebut, mau tidak mau suatu
saat jika ada bencana akan mengelola pertolongan di air. Dengan demikian, PT IMN memandang perlu untuk meningkatkan skill
pokja wisata tersebut.
“Harapannya,
meningkatkan bargaining power untuk wisata Pulau Merah dan teman-teman RTB ini juga
meningkatkan skill-nya. Sehingga di akhirnya nanti akan semakin banyak jiwa yang bisa tertolong. Kenapa?
Karena skill-nya sudah semakin
tinggi,” jelasnya.
Bahkan,
setelah dilakukannya pelatihan tersebut ditemukan jika pengelola wisata berpeluang
menjadi anggota KONI. Atas dasar tersebut PT IMN menarget tiga sasaran. Yakni,
jangka pendek dengan membentuk struktur kepengurusan, jangka menengahnya akan
meng-upgrade fasilitas-fasilitasnya. Seperti, tower, tele, seragam,
sistem komunikasi dan sebagainya.
“Sedangkan jangka panjangnya,
sepertinya agak lama, karena ada stimulus. Bahkan ada
trainernya dari Bali bahwa pengelola wana wisata ini berpotensi menjadi anggota
KONI, selama dia mempunyai delapan cabang. Dan saat ini, harapannya jangka
panjang ini menjadi bagian itu (anggota KONI, red.). Tapi itu terlalu
panjang lah. Target kami, pendek dulu dan menengah. Tapi ke depan,
seperti itu,” tandasnya. (Den maz)
Berkomitmen
Menjaga Keselamatan Mitra Kerja dan Lingkungan
Sebagai perusahaan yang berkomitmen untuk bertanggungjawab baik secara
ekonomi, sosial, dan lingkungan, PT IMN sangat memperhatikan pentingnya
keselamatan, kesehatan kerja, dan lingkungan sekitarnya. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya salah
satu departemen yang khusus menangani persoalan tersebut, yakni Safety
Health and Environment (SHE). Lantas, sejauhmanakah
peranan departemen tersebut dalam mewujudkan CSR PT IMN?
Safety
is not policy, but safety is value. Kalimat
itulah yang disampaikan Manajer Safety Health and Environment (SHE) PT
IMN, Mujiono saat membuka pembicaraannya. Menurutnya, dengan program K3LH
(Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan Hidup), departemennya terus
berupaya mengembangkan program tersebut agar dapat meminimalisir tingkat resiko
kerja sebagaimana standar yang telah ditetapkan. Sehingga setiap terjadi
persoalan sekecil apapun di dalam lingkungan kerja selalu direspon dan dikaji
agar tidak terulang kembali.
Mujiono
menyebutkan, program K3LH tersebut menjadi satu kesatuan program perusahaan
yang terintegrasi antara departemen yang satu dengan departemen lainnya. Oleh
karenanya, untuk mengembangkan program tersebut, pihaknya mendefinisikan
program K3LH itu menjadi empat pilar utama. Yakni, mulai dari analisa resiko,
project plan, Complain Indonesian Regulation atau mengacu kepada
ketentuan perundang-undangan yang berlaku, serta berdasarkan insidenkis atau kejadian yang pernah
terjadi.
“Jadi,
untuk pekerjaan pada sifatnya yang khusus kita men-develop program K3LH
itu tadi ada program yang namanya JSA (Job Safety Analize). Jelasnya analisa pekerjaan pada spesifik pekerjaan tertentu.
Jadi spesifik pada pekerja, kemudian program itu dikembangkan pada analisis
resikonya,” kata pria asal Ponorogo itu kepada wartawan ini.
Setelah
dilakukan rencana project ke depan melalui project plan, lanjutnya, kemudian program K3LH
tersebut dikembangkan lagi menjadi Complain Indonesian Regulation. Yakni dengan mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Yakni, UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja serta Kepmen No. 55K terkait keselamatan khusus di pertambangan.
Setelah itu, di-develop lagi berdasarkan insidenkis
atau kejadian kecelakaan yang pernah terjadi agar tidak terulang kembali pada
tahap selanjutnya.
“Kalau
misalkan tidak pernah terjadi, bukan berarti tidak ada program. Melainkan ada brainstorming
dibandingkan dengan perusahaan yang sepadan dengan nature of bisnis yang
sama pada state yang sama. Sehingga dari awal bisa kita kelola, dan kita sudah punya
perencanaan
akan hal itu,” jelasnya.
Dengan
adanya perencanaan tersebut, lanjut pria yang menggeluti dunia pertambangan
sejak 1995 itu, maka program tersebut di-develop
ke program implementasi. Yakni, karena pola pikir keselamatan dan kesehatan
kerja lingkungan adalah pola pikir yang terintegrasi, maka semua segmen
departemen di perusahaan ikut bertanggungjawab kepada program K3LH tersebut.
“Jadi
bukan departemen kami saja yang bertanggungjawab pada program K3LH ini,
departemen kami kalau boleh dibilang hanya sebagai fasilitatornya untuk meng-incorrect
ke departemen yang lain. Karena kalau yang gembar-gembor departemen kami yang
lainnya tidak ada yang melaksanakan, ndak ada gunanya. Maka sistem
itulah yang disebut integrated occupational health and safety management
system. Jadi sistem
keselamatan kesehatan kerja lingkungan tadi digabungkan dengan sistem manajemen
secara umum,” tegas Mujiono.
Untuk
itu, kini program yang baru dilaksanakan adalah performance . Yakni bagian keselamatan bagaimana menciptakan
lingkungan kerja yang aman. Dalam artian, aman untuk tenaga kerjanya, baik
employee, kontraktor, visitor, maupun konsultannya.
“Jadi itulah bagian dari komitmen perusahaan bahwa
perusahaan berkomitmen, beri’tikad menjaga keselamatan mitra kerjanya.
Karyawannya, kontraktornya, visitornya, dan konsultannya. Yang pertama aman
untuk orangnya, yang kedua aman untuk peralatannya. Yang terakhir aman tidak
berdampak kepada faktor lingkungan. Sekali lagi, safety is not policy, but
safety is value,” tandas pria berkumis tebal itu. (Den maz)