Mengungkap Misteri “PENJARAHAN” Di Tumpang Pitu Banyuwangi(1)

“ RAKYAT BANYUWANGI KEBOBOLAN “HARTA KARUN”-NYA “

"Sungguh sangat menyedihkan, Kekayaan Alam dan Harta Karun, Warisan Leluhur Yang mestinya diperuntukkan bagi  anak cucu Masyarakat Banyuwangi, ternyata selama ini telah digerus dan digarong oleh Para Pejabat dan Kaum Kapitalisme beserta antek-anteknya" 

BALI NASIONAL NEWS Banyuwangi: Tumpang Pitu, sebuah wilayah pegunungan yang terletak di Kecamatan Pesanggaran Banyuwangi Selatan memang Fenomenal. Betapa Tidak, sebuah gunung yang terletak di bibir pantai laut selatan itu  ternyata mengandung beribu ribu ton mineral logam mulia yang dapat dijadikan sumber PAD ( Pendapatan Asli Daerah,red). Sebuah aset strategis yang kelak mampu memakmurkan masyarakat Banyuwangi hingga tiga turunan. Tapi sayang, aset yang demikian berharga tersebut, tidak dikelola secara baik sehingga banyak pihak, khususna kaum kapitalisme yang memanfaatkan kelemahan system adminitrasi Pemerintahan Banyuwangi.

Datangnya investor di kota paling Timur Pulau Jawa , membawa angin segar bagi kota yang pernah memiliki Bandar Ikan terbesar di Jawa itu. Harapan menumpuk PAD dari Pertambangan Mineral Logam mulia, menjadi harapan baru bagi Banyuwangi. Tapi Harapan tinggal harapan, kenyataan itu sementara hanya bayang bayang yang entah akan bermuara kemana. Berbagai kepentingan dengan adanya “gunung Emas” tersebut, menyingkirkan kepentingan yang paling besar yaitu Kemakmuran Rakyat Banyuwangi sendiri. Hampir lima tahun, proses operasi pertambangan yang dimulai dari kegiatan penyelidikan umum oleh PT IMN sampai proses ekplorasi pada tahun 2011 ini, belum serupiahpun terdengar hasil pertambangan itu masuk ke kas daerah. Bantuan sosial yang seakan tidak sepadan dengan besarnya potensi Tumpang Pitu, menjadi berita harian yang selalu dibesar besarkan di beberapa media Banyuwangi. Masyarakat seakan dilupakan dengan besarnya potensi yang dimiliki gunung “ Harta Karun”nya yang selama ini diduga “ dijarah” oleh Kaum Kapitalisme tersebut.

Adalah suatu hal yang mengejutkan, tatkala Tumpang Pitu “membara” pada Rabo siang (29/6/2011). Masyarakat sekitar pertambangan mengamuk dan membakar camp camp serta alat pertambangan PT IMN, banyak yang bertanya apa sebenarnya yang memicu semua persoalan itu. Sekelompok Lembaga Swadaya Masyarakat yang menamakan diri Konsorsium Demokrasi Banyuwangi ( Kodeba) yang menjadi  Jaringan Kerja sebuah Monitoring Network yang berbendera STRATEGIS yang lebih dulu melakukan penelitian dan investigasi sejak satu tahun yang lalu, melempar “ bola panas” ditengah hiruk pikuknya masyarakat mencari jawab atas kejadian di Tumpang Pitu, dan bola panas itu dilempar saat melakukan hearing dengan DPRD dan Pemda Kabupaten Banyuwangi (4/7/2011).. Strategis Networking yang dimotori Putra Daerah keturunan Muncar dan seorang putra daerah berasal dari Bumi Blambangan Wilayah Utara itu, menduga bahwa Proses Perijinan operasional pertambangan di Tumpang Pitu oleh PT Indo Multi Niaga ( IMN) adalah cacat hukum. Berita itu menambah panasnya suasana fenomena di Banyuwangi, tetapi tiga hari kemudian, Arief, sapaan putra daerah Blambangan yang telah lama sebagai Aktivis di ibu kota, mencabut pernyataannya itu.

“Dalam kajian saya selama tiga hari setelah hearing di DPRD, saya menemukan aturan hukum yang dapat membenarkan keluarnya Surat Kuasa Pertambangan yang dikeluarkan oleh Ratna, bupati Banyuwangi terdahulu, tetapi aturan tersebut juga masih mengandung kelemahan yang dapat “mencacatkan” legalitas operasional PT IMN“, Jelas Arief ditengah acara Pelatihan dan Pemahaman Hukum di Desa Lemahbang Kulon, yang diadakan oleh Strategis Networking.

“Justru karena adanya suatu aturan yang saling bertabrakan satu sama yang lain, saya mencoba melakukan pengkajian lebih mendalam agar saya menemukan jawaban atas dugaan rekan rekan satu team yang telah lama melakukan pengkajian terhadap “harta karun” Blambangan yang kami duga dijarah oleh Pihak pihak tertentu ”, tambah aktivis sosial yang pernah menjadi korban Peristiwa Kudatuli tahun 1996 yang lalu.

Lain lagi dengan komentar yang disampaikan oleh Eko Wijiyono, Direktur Investigasi LPBI Strategis Region Jawa Timur, aktivis yang di besarkan dalam lingkungan Kera Ngalam ini berkomentar bahwa Semua itu terjadi karena kelemahan sistem adminitrasi Pemerintah Daerah Banyuwangi.

“Semua ini kesalahan eksekutif, seharusnya setelah mengetahui bahwa Kabupaten Banyuwangi mempunyai Potensi Sumber daya alam berupa kandungan mineral Vital berupa Mineral Logam Emas, Bupati jangan gegabah memberikan Ijin apapun, sebab Perda (Peraturan Daerah,Red) yang mengatur semua itu belum dimiliki oleh Pemkab Banyuwangi”, Jelas Eko saat selesainya Hearing Di DPRD beberapa waktu yang lalu. Eko juga menyayangkan, bahwa daerah yang mempunyai potensi pertambangan seperti Banyuwangi tidak memiliki Badan Pengawasan Pertambangan yang memadai Sumber Daya Manusianya, sebuah institusi yang sangat fital dalam pengawasan kegiatan pertambangan sehingga dengan keadaan itu sangat berpotensi terjadinya penyalah gunaan ijin dan berpotensi merugikan kontribusi daerah,apalagi menyangkut masalah pertambangan Mineral Logam emas yang nilainya sangat besar.

Kenyataan itu bukanlah isapan jempol belaka. Sejak turunnya Kuasa Pertambangan Penyelidikan Umum, tanggal 23 Maret 2006 dengan nomor Register 188/57/KP/429.012/2006 dan disusul dengan peningkatan kuasa menjadi Ekplorasi yang dikeluarkan Bupati Banyuwangi tertanggal 16 Pebruari 2007, dengan regrister 188/05/KP/429.012/2007, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang menjadi pengejawantahan Rakyat , tidak mengetahui apa yang terjadi di Banyuwangi terkait dengan kegiatan operasional Pertambangan emas di Tumpang Pitu. Jangankan mengetahui kegiatan pertambangannya, Surat Kuasa Pertambangan yang dijadikan legalitas PT IMN untuk melakukan operasionalpun, tidak pernah tersentuh oleh “ tangan” DPRD. Bagaimana itu bisa terjadi ?

Surat Bupati tertanggal 17 Desember 2009 dengan nomor 545/4833/429.021/2009 perihal Kronologos Ijin Pertambangan a.n PT Indo Multi Niaga Jakarta membalas surat DPRD tanggal 30 November 2009 nomor 170/919/429.050/2009 perihal Permohonan Copy Dokumen Ijin Pertambangan, pada salah satu pointnya bupati menganggap dokumen yang dimohon, “tabu” dilihat DPRD, karena dinilai sebagai Dokumen Negara. Apakah DPRD bukan dari Bagian Penyelenggara Negara Cq Penyelenggara Pemerintahan Daerah ? Mengapa DPRD Diam ketika Bupati “ melarang” mereka melihat ?

Fungsi control legeslatif yang diharapkan dapat melindungi hak Rakyat, ternyata tumpul dan yang terjadi bupati dengan leluasa memberikan ijin Peningkatan ekplorasi menjadi Ekploitasi dengan Surat Kuasa Pertambangan Ekploitasi tertanggal 6 oktober 2009 dengan nomor 503/37/429.310/2008. Anehnya proses yang demikian panjang itu sama sekali tidak diketahui oleh DPRD. Hal itu baru diketahui oleh Legeslatif saat acara Hearing dengan Kodeba – Strategis (4/7) dan keterangan tersebut dipaparkan Kepala KPP Drs. H. Abdul Kadir MA yang mengatakan bahwa izin ekploitasi PT IMN telah dikeluarkan pada Tanggal 25 Januari 2010 ,” Ijin itu sudah Final “, ujarnya di tengah acara Hearing. Lho...ijin ekploitasi yang mana lagi yang dikeluarkan pada tanggal tersebut ? bukankah pada tanggal  6 oktober 2009, bupati telah mengeluarkan Surat Kuasa Pertambangan Ekploitasi Pada PT IMN, seperti yang tertera di Kronologis ijin Pertambangan PT IMN yang dilampirkan dalam surat Bupati yang ditujukan DPRD ? atau mungkin ada pembaharuan ijin yang dikeluarkan Pemkab Banyuwangi mengikuti aturan Undang Undang Yang Baru yaitu Undang Undang nomor 4 tahun 2009 tentang  Pertambangan Mineral dan Batubara. Terus kalau memang kenyataannya benar seperti itu, dasar hukum apa yang dipakai untuk mengeluarkan ijin tersebut ?

Mencermati tanggal keluarnya ijin Pertambangan seperti yang disebutkan Kepala KPP, Abdul Khadir, tentunya ijin tersebut harus sudah mengacu pada Undang Undang nomor 4 Tahun 2009  dan aturan pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan mineral dan Batubara. Tetapi jika kita jeli mencermati tanggal keluarnya ijin pertambangan ekploitasi yang disebutkan Kepala Dinas Perijinan Banyuwangi tersebut tertanggal 25 Januari 2010, tentunya kita boleh sedikit merasa heran, sebab Peraturan Pemerintah yang mengatur Pelaksanaan UU tentang pertambangan tersebut diatas baru dikeluarkan tanggal 1 Februari 2010.

Lalu ada teka teki apa dengan Perijinan operasional Pertambangan PT IMN ? Apakah secara otomatis meningkatkan Kuasa Pertambangan Ekplorasi menjadi Kuasa Pertambangan Ekploitasi atau Ijin Usaha Pertambangan (IUP) ? sayang hal itu tidak diterangkan secara jelas oleh Abdul Kadir. Apakah ada yang salah dengan prosedur itu ?...yang akhirnya sekarang pada tahun 2013 berubah hak pengelolaannya oleh PT. BUMI SUKSES INDO. Menggunakan dasar apa lagi Perusahaan yang belum jelas itu beraktivitas di kecamatan pesanggaran yang terkenal dengan kekayaan tambang emas Gunung Tumpang pitu…??? (Bersambung-BNN & MTI Team )
Sumber Foto: Google

SUKSESKAN PEMILU 2024 MENUJU INDONESIA RAYA
Terima kasih atas Kunjungan anda, Mohon tinggalkan Komentar

Recent Posts