Profil Akil Mochtar

Profil Dr. H. M. Akil Mochtar, S.H., M.H.

Alamat : Jl. Medan Merdeka Barat No.6 Jakarta Pusat
Tempat / Tanggal Lahir: Putussibau (Kal-Bar), 18-10-1960
Agama: Islam
Jabatan: Ketua Mahkamah Konstitusi RI
Masa Jabatan: Tahun 2013 s/d Tahun 2016

Pendidikan :
1. SD Negeri I Putussibau 2. SD Negeri II Putussibau 3. SMP Negeri Putussibau 4. SMP Negeri 2 Singkawang 5. SMP Muhamadiyah Pontianak 6. SMA Muhamadiyah Pontianak 7. S1 Fakultas Hukum Universitas Panca Bhakti Pontianak 8. S2 Magister Ilmu Hukum universitas Padjajaran Bandung 9. S3 Doktor Ilmu Hukum Universitas Padjajaran Bandung
Karir :
Dr. H.M. Akil Mochtar, S.H., M.H., sebelum menjabat sebagai Hakim Konstitusi, adalah anggota DPR RI dari Fraksi Golongan Karya. Berikut ini pengalaman pekerjaan bapak Akil Mochtar sampai dengan saat ini: 1. Advokat/pengacara (1984-1999) 2. Anggota DPR/MPR RI Periode 1999-2004 3. Anggota DPR/MPR RI Periode 2004-2009 4. Wakil Ketua Komisi III DPR/MPR RI (bidang Hukum, perundang-undangan, HAM dan Keamanan) Periode 2004-2006 5. Anggota Panitia Ad Hoc I MPR RI 6. Anggota Panitia Ad Hoc II MPR RI 7. Kuasa Hukum DPR RI untuk persidangan di Mahkamah Konstitusi 8. Anggota Tim Kerja Sosialisasi Putusan MPR RI.
Pengalaman Organisasi:
1. Ketua OSIS SMA Muhamadiyah Pontianak 2. Ketua Ikatan Pelajar Muhamadiyah Pontianak 3. Pelajar Islam Indonesia 4. Ketua Alumni SMA Muhamadiyah Pontianak 5. Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Hukum Univ. Panca Bhakti Pontianak 6. Komandan Batalyon E Resimen Mahasiswa (Menwa) UPB 7. Ketua Alumni Menwa Kal-Bar 8. Ketua Alumni Universitas Panca Bhakti Pontianak 9. Wakil Ketua DPD I Partai Golkar Kalbar Tahun 1998-2003 10. Ketua Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI) Kalimantan Barat 11. Sekretaris Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) Cab. Pontianak 12. Anggota Majelis Pertimbangan Organisasi (MPO) DPP Pemuda Pancasila 13. Anggota Majelis Pemuda Indonesia DPP KNPI 14. Pengurus Wilayah Muhamadiyah Kalbar 15. Ketua Pengurus Pusat Angkatan Muda Partai Golkar 16. Anggota Lembaga Hikmah Pengurus Pusat (PP) Muhammaddiyah 17. Ketua Umum Federasi Olahraga Masyarakat Indonesia (FOMI) Kalbar Periode 2006-2010 18. Ketua Umum Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI) Kalbar 2006-2009.
Selama menjadi anggota DPR RI, beliau pernah menjadi:
1. Ketua Pansus RUU Undang-Undang Yayasan 2. Ketua pansus RUU tentang Jabatan Notaris 3. Ketua Pansus RUU Perseroan Terbatas 4. Ketua Panja RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi 5. Ketua Panja Pengesahan Konvensi PBB Anti Korupsi 6. Ketua Panja RUU tentang Pengesahan Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik Dalam Masalah Pidana antara RI dan RRC 7. Ketua Panja RUU tentang Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana 8. Ketua Panja RUU tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama 9. Ketua Panja RUU tentang Pembentukan Pengadilan Tinggi Agama (Banten, Kepulauan Bangka Belitung, Gorontalo, dan Maluku Utara) 10. Ketua Panja RUU tentang Perlindungan Saksi dan Korban Dan lain-lain Peraturan Perundang-undangan.
Organisasi : Mahkamah Konstitusi RI
Website: http://www.akilmochtar.com

M. AKIL MOCHTAR

Bagi H. M. Akil Mochtar, hidup adalah perjuangan yang tak kenal henti. Perjuangan tak mesti melahirkan sosok pahlawan yang selalu dipuja-puji, bahkan perjuangan terkadang menuai caci maki. Meskipun demikian, pria tegar yang lahir di Putussibau pada 18 Oktober 1960 ini tetap memiliki komitmen tinggi untuk memperjuangkan keadilan bagi semua golongan dalam kapasitasnya sebagai hakim konstitusi. Lalu, apakah ekspektasinya tentang MK masa depan? Berikut kisah profilnya.

Selalu Ingin Menjadi Pejuang 

Akil Mochtar adalah hakim konstitusi yang memulai kariernya sebagai pengacara. Setelah dua kali terpilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), ia mendapat amanah sebagai hakim konstitusi. Separuh hidupnya dilalui untuk berjuang meraih pendidikan tinggi di tengah keterbatasan dan kesederhanaan keluarga. From zero to hero, itulah usaha kerasnya untuk menggapai gelar sarjana. Sebab, ia terlahir dari sebuah keluarga besar di kampung yang tidak makmur. Untuk makan, terkadang mereka mencampur beras dan jagung, umbi-umbian, atau bulgur. Disiplin dan kerja keras yang ditanamkan sejak dini, akhirnya membentuk pribadi Akil sebagai manusia tangguh.

Akil Mochtar, biasa dipanggil Ujang, lahir pada 18 Oktober 1960 di Putussibau, ibukota Kabupaten Kapuas Hulu, sebuah kota kecil berjarak 870 km dari Pontianak. Ayahnya, H. Mochtar Anyoek dan ibunya, Junah Ismail (alm). Sejak di bangku SD, Akil sangat bersahaja. Bahkan, kadang ia berangkat sekolah dengan telanjang kaki selama setengah jam. Ia baru bersepatu kelas 2 SMP, karena wajib. Untuk mendapatkan sepatu, ia harus memesan beberapa bulan sebelumnya. Namun, ia tidak kehabisan akal. Ia meminta sepatu bot bekas di asrama tentara. Bagian atasnya lalu dipotong. Maka bersepatulah Si Ujang.

Anak keenam dari sembilan bersaudara ini sudah terbiasa tinggal jauh dari orang tua sejak kelas 2 SMP. “Saya ikut kakak perempuan, suaminya dinas ke Singkawang,” ujarnya. Ia lalu pindah lagi ke Pontianak dan melanjutkan sekolah ke SMA Muhammadiyah I. Semasa SMA, Akil aktif berorganisasi. Ia pernah menjadi Ketua OSIS, Ketua Ikatan PelajarMuhammadiyah (IPM) Pontianak, dan Pelajar Islam Indonesia (PII).

Nilai Mulia dalam Keluarga 

Waktu kelas 4 SD, ia pernah diajak ayahnya mencari ikan di sungai pukul 02.00 dini hari. Meski mengantuk, ia menuruti perintah ayahnya. Karena tak kuat menahan kantuk, begitu sampai di tengah sungai, perahu yang ditumpanginya oleng. Akil tercebur. Rupanya, perahu itu sengaja digoyang oleh ayahnya karena Akil tidak fokus mengendalikan perahu. Akil menangis. Tapi ia lekas naik ke atas perahu karena tak berani melawan orang tua. Dalam perjalanan pulang ia diberi tahu ayahnya, “Kalau kerja itu benar-benar, jangan sambil main-main, jangan sambil tidur, ayah nggak suka.”

Setelah dewasa, Akil mengerti bahwa setiap pekerjaan harus dijalankan dengan serius, bukan sambil lalu. “Wak (ayah) saya itu mengajarkan tidak dengan omongan, tapi dengan perilaku,” katanya. Ibunda Akil, yang biasa ia panggil Ummi, juga menerapkan disiplin tinggi. Cara mendidiknya lebih tegas dibanding sang ayah. Dari didikan kedua orang tuanya itu, Akil tampil menjadi sosok yang siap berjuang di segala medan.

Berjuang Menggapai Sarjana

Selepas SMA, Akil terobsesi untuk menggapai gelar sarjana. Tetapi, karena keluarga tak punya biaya, ia memutuskan merantau. Di rantau, ia lalu kerja serabutan, mulai dari loper koran, sopir cadangan, sampai broker sepeda motor. Agar bisa kuliah sehabis bekerja, ia memilih kampus swasta, Universitas Panca Bhakti, Pontianak.

Sebenarnya Akil mendambakan bisa diterima di fakultas pertanian. Namun, jurusan itu belum ada di kampusnya kala itu. Alternatifnya, ia masuk fakultas hukum. Ketika masih kuliah, Akil diterima sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Departeman Dalam Negeri (Depdagri). Namun, ia kemudian mengundurkan diri. Alasannya, ia ingin lebih mandiri dan fokus pada studi. “Saya pikir dengan punya ijazah sarjana saya bisa mengembangkan lagi,” ujar mantan politisi yang pernah bercita-cita menjadi jaksa itu.

Meski sibuk bekerja, karena nalurinya yang tinggi berorganisasi, Akil tetap aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan. Ia menjadi Ketua Senat FH Universitas Panca Bhakti dan Komandan Batalyon Resimen Mahasiswa. Ia juga menjadi aktivis di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), maupun Pemuda Pancasila (PP). Akil berhasil menamatkan pendidikan tingginya dan meraih dua gelar sekaligus, Sarjana Muda Hukum (SMHK) dan Sarjana Hukum (SH). “Wah itu udah hebat, karena dulu jadi jaksa dan hakim SMHK itu bisa,” kenang Akil.

Dari Advokat, Legislatif, ke Judikatif 

Setelah bergelar sarjana, Akil langsung menekuni dunia pengacara. Ia bergabung di kantor kawannya, Buyung Panggabean Associates. Pekerjaan barunya dimulai dari menjadi sopir, tukang ketik, hingga penyusun berkas perkara. Lalu Akil mengikuti ujian advokat dan mewakili kantornya beracara di Pengadilan Singkawang. Tidak berselang lama, ia lulus sebagai advokat angkatan pertama dari Kalimantan Barat.

Setelah dua tahun berkarir, Akil membangun kantor sendiri. Popularitasnya mencuat ketika ia menjadi kuasa hukum kasus salah vonis “Sengkon-Karta Jilid II” yang banyak mengundang perhatian media nasional. Sedemikian populernya, kasus tersebut dibukukan dengan judul Jalan Sumir Menggapai Keadilan yang diterbitkan Gramedia, Jakarta.

Pada 1998, Akil berjumpa dengan anggota DPRD Golkar yang mengajak bergabung dengan Partai Golkar. Usianya masih 37 tahun ketika ia memutuskan untuk terjun ke dunia politik. Ketika itu, ia terpilih sebagai Wakil Ketua DPD Golkar provinsi. “Akhirnya saya jadi pengurus teras di Golkar,” ujarnya.

Pada 1999, ia terpilih sebagai anggota DPR dari Daerah Pemilihan Kapuas Hulu. Akil ditempatkan di Komisi II yang membidangi hukum dan pemerintahan. Periode berikutnya, ia menjadi anggota Komisi III DPR dengan perolehan suara terbanyak, yakni 167.000 suara.

Sepanjang karir politiknya di parlemen, berulang kali Akil menelurkan undang-undang sebagai ketua panitia khusus. Ia juga memimpin uji kelayakan dan kepatutan Kapolri, Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan pimpinan Komisi Yudisial (KY)

Berdiri di Atas Semua Golongan

Saat dibuka rekrutmen calon hakim konstitusi di DPR, kolega Akil mendorongnya untuk mencalonkan diri. Batinnya menghadapi dilema kala itu. Ia berpikir, dari sisi pendidikan dan kemampuan, mungkin ia mampu memikul beban dan tanggungjawab sebagai hakim. “Tapi dari sisi perilaku, saya adalah orang yang biasa dengan kebebasan berfikir dan berekspresi, sebagai hakim berarti saya harus bisa menjaga sikap,” ungkap Akil.
Ia lalu berdiskusi dengan banyak orang, termasuk sahabat-sahabatnya di Pontianak. Dari mereka, ia mendapat pandangan bahwa mungkin sudah waktunya bagi dia melepaskan diri dari kepentingan yang bersifat parsial. “Sudah waktunya Abang berada pada posisi di atas semua golongan, dan tempat itu adalah di MK,” ujar Akil menirukan nasihat dari sahabatnya.

Setelah berpikir mendalam, memohon petunjuk Allah SWT dan berunding dengan keluarga, akhirnya ia berketetapan hati untuk menjadi hakim konstitusi. Bagi Akil, menjadi hakim konstitusi bukan semata sebagai pekerjaan, melainkan sebuah pengabdian. “Saya pernah jadi advokat 18 tahun, saya juga pernah beracara di MK mewakili DPR, itu modal sosial saya,” ujarnya.

Inspirasi Kehidupan 

Apa yang diraih Akil hingga kini tidak terlepas dari filosofi bahwa hidup adalah perjuangan. Bagi dia, semua orang adalah pejuang, dan perjuangan itu tidak akan pernah berhenti. Pejuang tak selalu menjadi pahlawan, sebab terkadang juga mendapat caci maki. Oleh sebab itu seorang pejuang tidak harus selalu mendapat tempat yang terhormat. “Tapi kalau pahlawan dia harus selalu mendapat tempat yang terhormat,” ujar pengurus Lembaga Hikmah PP Muhammadiyah itu.

Akil ingin menjadi pejuang, karena ketika ia berhasil kehormatanlah yang ia peroleh. Bisa saja ia dilupakan orang, atau bahkan mendapat cacian. Namun, itu semua bukan soal baginya, sebab itulah perjuangan hidup. “Itu yang memotivasi saya,” ujar mantan Ketua Alumni Resimen Mahasiswa Kalimantan Barat itu.

Ekspektasi untuk MK ke Depan 

Akil memiliki pandangan dan harapan untuk MK ke depan. Menurutnya, MK harus lebih responsif mengakomodasi setiap persoalan yang terkait erat dengan keadilan dan perlindungan hak asasi manusia (HAM). Sebab, MK lahir dari kerangka checks and balances itu. “Bagaimana implementasi checks and balances itu dalam memberikan kesetaraan dan keadilan masyarakat,” ujarnya.

Secara institusional, menurut Akil, MK sudah sejalan dengan misi sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman yang modern dan terpercaya. Ia berharap, dari sisi kelembagaan, MK bisa menjadi sebuah contoh atau model peradilan modern di Indonesia.

Namun, Akil menambahkan, peradilan modern itu harus didukung fasilitas dan sumber daya manusia yang memadai. “Untuk itu harus ditunjang sarana dan prasarana yang tidak hanya memadai tetapi lebih baik,” ujarnya. Personalnya harus terlatih dengan tingkat penghasilan yang lebih tinggi dibanding dari institusi peradilan lain. Sebab, sekalipun teknologi informasi dan SDM-nya bagus, namun jika tingkat kesejahteraan pegawainya rendah, akan repot. Ia berharap, ada pembenahan internal menuju sistem yang lebih baik.

Sedangkan soal wacana memperluas kewenangan MK, bagi Akil, harus ditinjau dari kemanfaatannya. Dalam pandangan Akil, hal yang sangat urgen dalam konteks perluasan kewenangan MK adalah kewenangan untuk melakukan pengujian peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang, yang saat ini masih menjadi yurisdiksi MA. Apabila kewenangan tersebut diberikan kepada MK, ia berharap akan ada tafsir peraturan perundang-undangan yang seragam.

Dengan demikian, MK dapat memberikan kepastian hukum. Apalagi banyak sekali peraturan pemerintah yang bertentangan dengan undang-undang. Demikian pula keputusan presiden yang bersifat regeling, memaksa hak-hak warga negara. (BALI NASIONAL NEWS) 

Sumber: www.mahkamahkonstitusi.go.id

Akil Mochtar Tersangka


BALI NASIONAL NEWS: Setelah melakukan pemerikasaan dengan intensif, Komisi Pemberantasan Komisi akhirnya secara resmi menetapkan Akil Mochtar (AM) Ketua MK sebagai tersangka. Penetapan Akil Mochtar sebagai tersangka, penerima suap terkait dua kasus sengketa pilkada yaitu pilkada Gunung Mas, Kalimantan Tengah dan Lebak, Banten. Penetapan ini disampaikan KPK setelah KPK menemukan bukti permulaan yang cukup, adanya dugaan suap.

Dalam kasus dugaan suap sengketa pilkada Gunung Mas, KPK menetapkan tersangka, masing-masing AM (Akil Mochtar) Ketua Mahkamah Konstitusi dan CHN (Chairunnisa) anggota DPR Komisi II dari Partai Golkar selaku penerima. Keduanya diduga  melanggar pasal 12 huruf C Undang-Undang Tipikor. jo pasal 55 ayat 1 ke-1 atau pasal 6 ayat 2 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP," kata Ketua KPK Abraham Samad di Jakarta (Jum'at, 04/10/2013).

Sedangkan HB (Habit Bintih) Bupati Gunung Mas dan CHN ( pengusaha) sebagai pemberi, melanggar pasal 6 ayat 1 huruf a UU Tipikor.

Sementara "HB (Hambit Bintih) yang juga merupakan Bupati kabupaten Gunung Mas Kalimantan Tengah dan CN (Cornelis Nalau) sedangkan Cornelis adalah seorang pengusaha, diduga sebagai pemberi suap, keduanya diduga melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP,

KPK juga menetapkan Akil Mochtar sebagai tersangka dalam kasus sengketa lain yaitu dalam kasus sengketa Pilkada Lebak Banten.

Dalam kasus ini KPK menetapkan AM (Akil Mochtar) dan STA (Susi Tuti Andaryani) selaku penerima suap keduanya diduga melanggar Pasal 12 C UU Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 KUHP atau Pasal 6 ayat 2 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Selain Akil dan Susi, ditetapkan juga Tubagus Chaery Wardana (TCW) yang merupakan suami dari Walikota Tangerang Selatan, Airin yang juga adik kandung Gubernur Banten Ratu Atut Choisyah dari Partai Golkar.

Tubagus Chaery Wardana diduga selaku pemberi suap, dan diduga melanggar pasal 6 ayat 1 huruf a UU Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Keterangan tersebut disampaikan oleh Ketua KPK Abraham Samad dalam jumpa pers di kantornya, Kamis (3/10/2013). Menurut Abraham, KPK menyimpulkan untuk meningkatkan status penyelidikan ke penyidikan kasus suap pilkada Gunung Mas Kalimantan Tengah.

Dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) tersebut dari tangan tersangka, KPK mengamankan barang bukti sejumlah uang dalam bentuk dollar Amerika dan Singapura, yang jika dirupiahkan senilai sekitar Rp. 3 Milyar.

Komisi Pemberantasan Korupsi juga melakukan penahanan terhadap semua tersangka. ( BALI NASIONAL NEWS ).

Sumber foto: Antaranews.com

Pecahan Dolar Amerika Pada Penangkapan Akil Mochtar

BALI NASIONAL NEWS: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui juru bicaranya Johan Budi SP  memberikan penjelasan, bahwa KPK masih terus melakukan pemeriksaan secara intens terhadap kelima orang terperiksa yang ditangkap dalam OPERASI TANGKAP TANGAN semalam.

Menurut Johan dalam penjelasannya, ternyata uang yang ditemukan tadi malam tidak hanya berupa mata uang Dollar Singapura namun ada juga yang berupa pecahan mata uang Dollar Amerika Serikat.

"Jadi dalam proses tangkap tangan kemarin ada juga uang dalam bentuk dollar Amerika," katanya di Gedung KPK, Kamis (3/10/2013).

Johan menyebut jumlah Dollar Singapura yang menjadi barang bukti tersebut berjumlah lebih dari 200.000, sementara untuk pecahan Dollar Amerika Serikat senilai lebih dari 20.000.

"Jadi uang yang diamankan sementara dalam proses tangkap tangan semalam adalah dalam dolar singapura dan dolar amerika. Total kalau dirupiahkan antara Rp 2,5 miliar sampai Rp 3 miliar," tandasnya. (BALI NASIONAL NEWS)

Berbagai sumber-diolah
Sumber foto: tribunnews.com

Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar dibekuk KPK

BALI NASIONAL NEWS: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT), dan dalam operasi ini KPK menangkap tangan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar, Chairun Nisa (anggota DPR RI fraksi Golkar) dan seorang pengusaha dengan inisial CN, di rumah dinasnya di Perumahan Widya Chandra III, Jakarta Selatan, Rabu (2/10/2013) jam 22.00 wib.

Komisi Pemberantasan Korupsi juga menciduk 2 orang ditempat terpisah, dua orang tersebut adalah Bupati Gunung Mas Kalimantan Tengah Hambit Binti dan DH di Hotel Jakarta Pusat.

Operasi penangkapan tersebut terkait dugaan suap sengketa Pemilu Kada Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah yang sedang ditangani Mahkamah Konstitusi (MK).

Bersama orang-orang tersebut, KPK juga mengamankan sejumlah uang dalam bentuk dolar Singapura yang kalau dikurskan dalam rupiah bernilai lebih kurang Rp. 2-3 miliar.

Juru Bicara KPK Johan Budi SP dalam keterangan persnya, membenarkan bahwa KPK telah melakukan Operasi Tangkap Tangan, KPK telah mengamankan beberapa orang, dan diantaranya ada pejabat negara, serta sejumlah uang dalam bentuk dolar Singapura.

Operasi itu dilakukan, setelah adanya laporan ke KPK, bahwa akan ada terjadi transaksi penyuapan/ penyerahan uang yang diduga berlatar penyuapan di perumahan Widya Candra III , Jakarta Selatan.

Penangkapan yang terjadi di Perumahan Widya Candra III, Jakarta Selatan, KPK mengamankan AM, CHN, CN dan sejumlah uang dalam bentuk dolar Singapore.

"AM saat ini menjabat sebagai Ketua MK," Kata Johan dalam keterangannya di kantor KPK, Jakarta, Rabu malam.
Selain AM (Akil Mochtar), KPK juga menciduk anggota DPR bernama Chairun Nisa dan pihak pengusaha berinisial CN.

"Sekitar 22.00 WIB di sebuah rumah di Widya Candra, ada 3 orang melakukan serah terima dalam bentuk dolar Singapura yang kalau dirupiahkan Rp 2=3 miliar. Ketiganya adalah berinisial AM selaku Ketua MK, CHN anggota DPR dan pengusaha berinisial CN," kata Johan.

Setelah menangkap 3 orang, penyidik KPK juga menangkap seorang Kepala Daerah Gunung Mas berinisial HB dan seorang lagi berinisal DH.

"HB merupakan kepala daerah," tegas Johan.

Penangkapan ini berkaitan dengan penanganan sengketa pilkada di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah.
"Saat ini mereka semua masih berstatus terperiksa. Akan ditentukan lagi statusnya dalam waktu 1 X 24 jam," kata Johan. (BALI NASIONAL NEWS)

Sumber foto: Google/ tibunnews.com

SUKSESKAN PEMILU 2024 MENUJU INDONESIA RAYA
Terima kasih atas Kunjungan anda, Mohon tinggalkan Komentar

Recent Posts